Kamis, 08 Juli 2010

MENGENAL THAHARAH


Hampir dalam setiap kitab fiqh, para Fuqaha selalu menyimpan pembahasan thaharah sebagai sesuatu yang dibahas di awal. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keberihan atau kesucian dalam islam. Selain dapat menjaga umatnya dari berbagai penyakit, thaharah dalam islam juga berperan sebagai syarat dari sahnya sebuah peribadahan. Seseorang tidak dapat beribadah saat ia memiliki hadast. Ia juga tidak dapat beribadah saat pakaian atau tempat yang akan dilaksanakannya peribadahan terkena najis. Rasulullah bersabda tentang thaharah “ Ath-Thahuur (suci) itu sabagian daripada iman”. Dalam Al-Qur’an Allah swt menegaskan pentingnya Thaharah , yaitu dalam Q.S. Al-Baqarah, ayat 222.

Artinya : “. . . Sesungguhnya Allah menyukai orang –orang yang bertaubat dan menyukai orang – orang yang menyucikan diri.”

Dalam Q.S. Al- Mudatstsir ayat 4 Allah juga menjelaskan tentang thaharah

Artinya : “ Dan pakaianmu bersihkanlah”

Allah juga berfirman tentang kewajiban berwudhu untuk membersihkan hadast kecil serta mandi untuk membersihkan hadast besar. “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakitatau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuhperempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Almaidah , 5:6)

Kebersihan dan kesucian adalah hal yang harus kita jaga, karena akan mnjadi syarat diterimanya segala sesuatu. Un tuk bersuci kita dapat menggunakan dua mesia, yaitu air dan debu dari tanah yang suci, sesuai dengan Q.S. Al- ma’idah ayat 6 diatas.

AIR

Air merupakan alat penyuci utama dalam thaharah. Syari’at telah menetapkan bahwa selama masih ada air, maka hendaklah kita tidak mnggunakan medium lain. Kita perlu mengetahui jenis air apa saja yang boleh digunakan sebagai penyuci.
Macam-macam air
H. Sulaiman Rasjid menyebutkan dalam Fiqh Islam bahwa air, dalam pandangan syari’at terdiri atas beberapa jenis, yaitu :
1. Air yang suci dan mensucikan
Air jenis ini halal untuk diminum dan juga dapat digunakan untuk bersuci dari hadat dan najis. Air jenis ini adalah seluruh air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang masih tetap keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang mencair (salju yang mencair), air embun, air yang bercampur dengan sesuatu yang suci dan air yang keluar dari mata air. Firman Allah : “ (ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu).” (Q.S. Al-anfal , 8: 11)
Namun, khusus air tang dikonumsi hendaknya dilakukan uji coba terlebih dahulu untuk mengukur kadar thayyiban –nya. Yaitu uji coba persentase kandungan mikroba serta mineral dan logam didalamnya.

2.Air suci, tapi tidak mensucikan.
Air dapat berubah hukumnya jadi tidak menyucikan. Perubahan itu meliputi perubahan sifatnya yang meliputi warna, rasa dan bau. Jika salah satu sifat tersebut berubah, sudah dapat dipastikan tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Termasuk air ini adalah :
a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya dengan sebab bercampur dengan suatu benda suci, seperti air kopi, teh dan sejenisnya.
b. Air pohon – pohon atau air buah-buahan , seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu, air kelapa, atau sejenisnya.
c. Air yang kuang dari dua kullah (air yang tidak memenuhi tempat yang lebar, panjang dan dalamnya masing masing satu seperepat hasta (kurang lbih 60cm)
Air ini baik dikonsumsi, namun tidak bisa digunakan untuk beruci.

3. Air yang bernajis
Air yang telah berubah warna, bau dan rasanya yang disebabkan oleh adanya najis yang mengenainya. Hukum iar ini tidak bisa digunakan baik untuk dikonumsi dan untuk bersuci.

4. Air sisa minuman
Air sisa minuman adalah air yang tetap berada dalam suatu wadah bejana, setelah diminum. Hukum air ini tregantung orang yang meminumnya. Air sisia minuman manusia, baik mu’min atau kafir, dalam keadaan junub, haid atau nifas, huhkumnya suci dan mensucikn selama terjaga kemutlakannya.

DEBU

Dari jabir ra., bahwasanya Nabi saw, bersabda “ Aku diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada orang sebelumku: aku diberi kemenangan dari perjalanan sebulan, dan dijadikan bumi itu sebagai tempat shalat dan penyuci. .” (muttaafaqun alayh). dirawayatkan oleh ahmad dari Ali bin Abi Thalib , “. . . dan dijadikan tanah bagiku sebagai penyuci”. Tanah atau debu merupakan alat penyuci selain air. Saat air tidak dityemukan maka debu bia digunakan. Proses penyucian hdast dengan debu diebut tayammum. Tayammum berlaku untuk mensucikan hadast kecil atau besar dan hanya digunakan untuk ibadah saja. Artinya, setelah ibadah tersebut selesaik dilaksanakan, secara hakiki hadastnya belum dibersihkan sepenuhnya hingga menggunakan air.

Walawpun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa penyucian dengan debu derajatnya sama dengan penyucian dengan air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar